Rabu, 15 Desember 2010

=BOLEHKAH BERDU'AN DENGAN TUNANGAN=

Khitbah (meminang, melamar, bertunangan) menurut bahasa,adat, dan syara, bukanlah perkawinan. Ia hanya merupakanmukadimah (pendahuluan) bagi perkawinan dan pengantar kesana.
Seluruh kitab kamus membedakan antara kata-kata “khitbah”(melamar) dan “zawaj” (kawin); adat kebiasaan jugamembedakan antara lelaki yang sudah meminang (bertunangan)dengan yang sudah kawin; dan syari’at membedakan secarajelas antara kedua istilah tersebut. Karena itu, khitbahtidak lebih dari sekadar mengumumkan keinginan untuk kawindengan wanita tertentu, sedangkan zawaj (perkawinan)merupakan aqad yang mengikat dan perjanjian yang kuat yangmempunyai batas-batas, syarat-syarat, hak-hak, danakibat-akibat tertentu.
Al Qur’an telah mengungkapkan kedua perkara tersebut, yaituketika membicarakan wanita yang kematian suami:
“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita (yangsuaminya telah meninggal dan masih dalam ‘iddah) itu dengansindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawinimereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akanmenyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamumengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecualisekadar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma’ruf(sindiran yang baik). Dan janganlah kamu ber’azam (bertetaphati) untuk beraqad nikah sebelum habis ‘iddahnya.” (AlBaqarah: 235)
Khitbah, meski bagaimanapun dilakukan berbagai upacara, halitu tak lebih hanya untuk menguatkan dan memantapkannyasaja. Dan khitbah bagaimanapun keadaannya tidak akan dapatmemberikan hak apa-apa kepada si peminang melainkan hanyadapat menghalangi lelaki lain untuk meminangnya, sebagaimanadisebutkan dalam hadits:
“Tidak boleh salah seorang diantara kamu meminang pinangansaudaranya.” (Muttafaq ‘alaih)
Karena itu, yang penting dan harus diperhatikan di sinibahwa wanita yang telah dipinang atau dilamar tetapmerupakan orang asing (bukan mahram) bagi si pelamarsehingga terselenggara perkawinan (akad nikah) dengannya.Tidak boleh si wanita diajak hidup serumah (rumah tangga)kecuali setelah dilaksanakan akad nikah yang benar menurutsyara’, dan rukun asasi dalam akad ini ialah ijab dan kabul.Ijab dan kabul adalah lafal-lafal (ucapan-ucapan) tertentuyang sudah dikenal dalam adat dan syara’.
Selama akad nikah – dengan ijab dan kabul – ini belumterlaksana, maka perkawinan itu belum terwujud dan belumterjadi, baik menurut adat, syara’, maupun undang-undang.Wanita tunangannya tetap sebagai orang asing bagi sipeminang (pelamar) yang tidak halal bagi mereka untukberduaan dan bepergian berduaan tanpa disertai salah seorangmahramnya seperti ayahnya atau saudara laki-lakinya.
Menurut ketetapan syara, yang sudah dikenal bahwa lelakiyang telah mengawini seorang wanita lantas meninggalkan(menceraikan) isterinya itu sebelum ia mencampurinya, makaia berkewaiiban memberi mahar kepada isterinya separo harga.
Allah berfirman:
“Jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamumencampuri mereka, padahal sesungguhnya kamu telahmenentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yangtelah kamu tentukan itu, kecuali jika isteri-isterimu itumemaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatannikah …” (Al Baqarah: 237)
Adapun jika peminang meninggalkan (menceraikan) wanitapinangannya setelah dipinangnya, baik selang waktunya itupanjang maupun pendek, maka ia tidak punya kewajiban apa-apakecuali hukuman moral dan adat yang berupa celaan dancacian. Kalau demikian keadaannya, mana mungkin si peminangakan diperbolehkan berbuat terhadap wanita pinangannyasebagaimana yang diperbolehkan bagi orang yang telahmelakukan akad nikah.
Karena itu, nasihat saya kepada saudara penanya, hendaklahsegera melaksanakan akad nikah dengan wanita tunangannyaitu. Jika itu sudah dilakukan, maka semua yang ditanyakantadi diperbolehkanlah. Dan jika kondisi belum memungkinkan,maka sudah selayaknya ia menjaga hatinya dengan berpegangteguh pada agama dan ketegarannya sebagai laki-laki,mengekang nafsunya dan mengendalikannya dengan takwa.Sungguh tidak baik memulai sesuatu dengan melampaui batasyang halal dan melakukan yang haram.
Saya nasihatkan pula kepada para bapak dan para wali agarmewaspadai anak-anak perempuannya, jangan gegabah membiarkanmereka yang sudah bertunangan. Sebab, zaman itu selaluberubah dan, begitu pula hati manusia. Sikap gegabah padaawal suatu perkara dapat menimbulkan akibat yang pahit dangetir. Sebab itu, berhenti pada batas-batas Allah merupakantindakan lebih tepat dan lebih utama.
“… Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulahorang-orang yang zhalim.” (Al Baqarah: 229)
“Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, sertatakut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka merekaadalah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (An Nur: 52)

semoga bermanfa'at.

Tidak ada komentar: