Sabtu, 09 Oktober 2010

ISTRI SHOOLIHAH

Sebagaiman bahwa kebahagiaan rumahtangga tidak akan bisa terwujud, kecuali apabila antara kedua belah pihak (suami dan istri) mengerti dan paham akan hak dan kewajiban mereka lalu menjalankannya di dalam kehidupan sehari-hari. Adapun kewajiban seorang suami terhadap istri, telah diuraikan sebelumnya pada edisi yang lalu, maka pada edisi ini akan dibahas tentang kewajiban seorang istri terhadap suaminya, sehingga dengan demikian antara kedua belah pihak bisa saling menyadari hak dan kewajibannya dalam upaya mewujudkan rumahtangga yang sakinah, mawaddah dan penuh keberkahan.



Kewajiban-kewajiban bagi seorang istri terhadap suaminya, diantaranya:



1. Mentaati suami dalam segala hal, kecuali dalam hal dosa dan maksiyat.



Seorang istri wajib baginya untuk selalu mentaati suami dalam segala hal, kecuali apabila si suami menyuruh istrinya untuk melakukan perbuatan dosa dan maksiyat. Untuk lebih menentramkan hati kita, maka marilah kita renungkan ayat-ayat al-Quran dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dibawah ini:



Allah Subhanahu wa Ta'aala berfirman, yang artinya: "Laki-laki itu adalah pemimpim bagi kaum wanita, disebabkan Allah telah memberikan keutamaan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka." (QS. An-Nisaa' ayat 34)



Seorang istri wajib menta'ati suaminya selama keta'atan itu dalam hal yang ma'ruf, hal ini sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yang artinya: "Sesungguhnya keta'atan itu adalah dalam hal yang ma'ruf (baik)."(HR. Bukhari 13/287, no.7257 dan Muslim 3/1468, no. 1840)



Namun, tidak boleh menta'ati suami dalam hal berbuat dosa dan maksiyat, contohnya apabila suami melarang istrinya menuntut ilmu syar'i dengan alasan yang tidak dibenarkan, atau suami menyuruh istrinya untuk berpakaian yang menampakkan auratnya ketika keluar rumah, atau si suami membawa istrinya kepada paranormal (dukun) untuk menanyakan nasibnya dan masalah-masalah yang dihadapinya. Semua hal tersebut terlarang sesuai dengan sabda RasulullahShallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang artinya: "Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam hal berbuat dosa kepada khaliqnya." (HR. Ahmad dalam Musnad 5/66. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami' no. 752)




2. Apabila suami mengajak ketempat tidur, maka hendaklah si istri berhias, dan memakai wangi-wangian untuk suaminya dan mengabulkannya, dan janganlah mendurhakainya, karena hal tersebut akan membawa dirinya kepada kemurkaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla.



Sebagaimana dalam sebuah hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallamyang artinya: "Apabila seorang suami mengajak istri ke tempat tidurnya, lalu si istri menolaknya, lalu dia (suami) tidur dalam keadaan marah kepadanya (isteri), maka malaikat akan melaknatnya sampai waktu shubuh." (HR. Bukhari 6/377, no. 3237 dan Muslim 2/1060, no. 1436). Adanya kata-kata laknat dalam hadits ini menunjukkan penolakan yang dilakukan tersebut merupakan dosa besar.



3. Tidak boleh bagi seorang istri untuk keluar dari rumahnya, kecuali atas izin dari suaminya, meskipun untuk pergi ke rumah karib kerabatnya, tidak boleh bekerja di luar rumah kecuali atas izin suaminya.



Allah Subhanahu wa Ta'aala berfirman, yang artinya: "dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti halnya orang-orang jahiliyah dahulu." (QS. Al-Ahzaab (33), ayat 33)



Hendaklah seorang istri ataupun wanita ketika keluar dari rumahnya tidak memakai wewangian (parfum), karena adanya larangan dalam hadits RasulullahShallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dimana hal ini akan membawa kepada fitnah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, yang artinya: "Siapa saja wanita yang memakai wewangian, lalu ia keluar dari rumahnya, lalu ia melewati suatu kaum, sedangkan mereka mencium baunya, maka dia (wanita) tersebut telah berzina, dan setiap mata yang melihatnya adalah zina." (HR. Ahmad dalam Musnad 4/418, dihasankan oleh Syaikh al-Albani)



Bekerjanya seorang wanita di tempat memang khusus untuk wanita adalah boleh, dengan syarat persetujuan dari suaminya dan tidak menelantarkan hak suami dan hak anak-anaknya, akan tetapi tetap tinggal di rumah adalah lebih utama baginya, karena suamilah yang wajib menafkahinya, dan tidaklah wajib bagi seorang istri untuk mencari nafkah.



4. Seorang istri tidak boleh berpuasa sunat kecuali diizinkan oleh suaminya.



Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang artinya:"Tidak halal bagi seorang istri berpuasa, sedangkan suaminya bersama dirinya, kecuali dengan izin dari suaminya." (HR. Bukhari 9/366, no. 5195 dan Muslim 2/711, no. 1026). Hal ini juga dikarenakan begitu tinggi dan mulianya hak suami atas istrinya.



5. Hendaklah seorang istri bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'aala dan menjauhi hal-hal yang bisa menyakiti hati suaminya, baik itu berupa perkataan ataupun perbuatanya.



Dan hendaklah seorang isteri menjauhi sikap banyak menuntut kepada suami, apalagi hal itu diluar batas kemampuan suaminya dan janganlah ia suka melontarkan kata-kata celaan, mengumpat, melaknat, karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah memberi peringatan terhadap wanita yang seperti ini, bahkan hal ini merupakan salah satu penyebab banyaknya para wanita masuk ke dalam api neraka. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, yang artinya: "Wahai para wanita bersedekahlah dan perbanyaklah istighfar, karena sesungguhnya aku melihat sebagian besar penghuni neraka adalah wanita, hal itu dikarenakan kamu suka melaknat dan durhaka kepada suami." (HR. Muslim)



6. Hendaklah seorang istri selalu muraqabah (merasa selalu diawasi oleh Allah‘Azza wa Jalla) dalam mengasuh dan membimbing anak-anaknya di rumah dan dalam mengurusi rumahtangga.



Karena betapa banyak hancurnya rumahtangga ketika seorang istri lepas kontrol, tidak lagi merasa diawasi oleh Allah Subhanahu wa Ta'aala, sehingga terjadi perselingkuhan (perzinahan) dengan laki-laki lain, anak-anaknya tidak ia dijauhkan dari hal-hal yang akan merusak akhlaknya, tontonan-tontonan televisi. Oleh karena itu, seorang istri hendaklah memiliki sifat muraqabah ini, baik ketika suaminya di rumah maupun ketika tidak ada di rumah, karena seorang istri adalah juga bertanggung jawab terhadap urusanm-urusan yang ada di rumah.



7. Seiya sekata, seirama dalam melangkah, saling merasakan dan memahami perasaan, kondisi serta keadaan sang suami.



Seorang istri tidaklah boleh baginya merasa senang ataupun gembira, ketika suaminya dalam keadaan sedih, dan begitu juga sebaliknya, istri tidak boleh sedih ketika suaminya bergembira. Dari hal seperti inilah nantinya akan muncul kelanggengan rumahtangga tersebut, ketika satu sama lain memahami perasaan dan keadaan hati pasangannya.



8. Hendaklah seorang istri berhati-hati dan waspada terhadap propaganda-propaganda ataupun ajakan-ajakan yang menyimpang dari kelompok-kelompok yang sesat, seperti kebebasan perempuan dalam segala hal.



9. Dilarang bagi istri menyebarkan aib-aib suaminya kepada orang lain, atau menceritakan permasalahan hubungannya dengan suaminya yang bersifat pribadi, karena hal ini membuka jalan untuk masuknya orang ketiga, yang akan merusak hubungan suami-isteri dalam berumahtangga, sehingga berakibat fatal terhadap keharmonisan rumahtangga.



Penutup



Kepada para istri dan juga para suami, mulailah untuk menyadari akan kekeliruan kita selama ini dalam melaksanakan hak dan kewajiban. Hanya dengan mengenal, memahami dan mengamalkan syariat Islam inilah rumahtangga kita akan bahagia, sebaliknya ketika kita berpaling, cuek dan tidak mengindahkan aturan syariat Islam dalam kehidupan berumahtangga, maka janganlah pernah berharap bahwa bahtera rumahtangga kita akan selamat dalam mengarungi gelombang hidup ini, dan jangan pula kita berharap akan mendapatkan kebahagiaan ketika kita telah berpaling dari aturan-aturan Islam, karena tiada kebahagian kecuali di dalam Islam, dan tiada kebahagian kecuali mengikuti petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, karena beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam merupakan sebaik-baik tauladan yang wajib kita ikuti. Bukankah rumahtangga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallamadalah rumahtangga yang berjalan dengan penuh keharmonisan. Bukankah rumahtangga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah rumahtangga yang penuh dengan mawaddhah dan rahmah. Sungguh, sebaik-baik petunjuk dan jalan adalah yang ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.



Wallahu A'lam Bisshawab.

Nay Sudarminto

Tidak ada komentar: