Sabtu, 06 November 2010

Kalimat yang mesti di ingat “proses menuju pernikahan bukanlah sebagai beban tapi sebuah 'proses usaha' “ Mengapa..? Karena Dia Manusia Bias

Setiap kali ada teman yang mau menikah, saya selalu mengajukan
pertanyaan yang sama. Kenapa kamu memilih dia sebagai suamimu/istrimu?
Jawabannya sangat
beragam. Dari mulai jawaban karena Allah hingga jawaban duniawi
(cakep atau tajir :D manusiawi lah :P). Tapi ada satu jawaban yang
sangat berkesan di hati saya.



Hingga detik ini saya masih ingat setiap detail percakapannya. Jawaban
salah seorang teman yang baru saja menikah. Proses menuju
pernikahannya sungguh ajaib. Mereka hanya berkenalan 2 bulan. Lalu
memutuskan menikah. Persiapan pernikahan hanya dilakukan dalam waktu
sebulan saja. Kalau dia seorang akhwat, saya tidak akan heran. Proses
pernikahan seperti ini sudah lazim.


Dia bukanlah akhwat, sama seperti saya. Satu hal yang pasti, dia tipe
wanita yang sangat berhati-hati dalam memilih suami. Trauma dikhianati
lelaki membuat dirinya sulit untuk membuka diri. Ketika dia
memberitahu akan menikah, saya tidak menanggapi dengan serius. Mereka
berdua baru kenal sebulan. Tapi saya berdoa, semoga ucapannya menjadi
kenyataan. Saya tidak ingin melihatnya menangis lagi.

Sebulan kemudian dia menemui saya. Dia menyebutkan tanggal
pernikahannya. Serta memohon saya untuk cuti, agar bisa menemaninya
selama proses pernikahan. Begitu banyak pertanyaan dikepala saya.
Asli. Saya ingin tau, kenapa dia begitu mudahnya menerima lelaki itu.


Ada apakah gerangan? Tentu suatu hal yang istimewa. Hingga dia bisa
memutuskan menikah secepat ini. Tapi sayang, saya sedang sibuk sekali
waktu itu (sok sibuksih aslinya).

Saya tidak bisa membantunya mempersiapkan pernikahan.
Beberapa kali dia telpon saya untuk meminta pendapat tentang beberapa
hal. Beberapa kali saya telpon dia untuk menanyakan perkembangan
persiapan pernikahannya. That's all. Kita tenggelam dalam kesibukan
masing-masing.

Saya menggambil cuti sejak H-2 pernikahannya. Selama cuti itu saya
memutuskan untuk menginap dirumahnya. Jam 11 malam, H-1 kita baru bisa
ngobrol -hanya berdua.

Hiruk pikuk persiapan akad nikah besok pagi, sungguh
membelenggu kita. Padahal rencananya kita ingin ngobrol tentang banyak
hal. Akhirnya, bisa juga
kita ngobrol berdua. Ada banyak hal yang ingin saya tanyakan. Dia
juga ingin bercerita banyak pada saya. Beberapa kali Mamanya mengetok
pintu, meminta kita
tidur.

"Aku gak bisa tidur." Dia memandang saya dengan wajah memelas. Saya
paham kondisinya saat ini.

"Lampunya dimatiin aja, biar dikira kita dah tidur."

"Iya.. ya." Dia mematikan lampu neon kamar dan menggantinya dengan
lampu kamar yang temaram. Kita melanjutkan ngobrol sambil
berbisik-bisik. Suatu hal yang sudah lama sekali tidak kita lakukan.
Kita berbicara banyak hal, tentang masa lalu dan impian-impian kita.
Wajah sumringahnya terlihat jelas dalam keremangan kamar. Memunculkan
aura cinta yang menerangi kamar saat itu. Hingga akhirnya terlontar
juga sebuah pertanyaan yang selama ini saya pendam.

"Kenapa kamu memilih dia?" Dia tersenyum simpul lalu bangkit dari
tidurnya sambil meraih HP dibawah bantalku. Berlahan dia membuka laci
meja riasnya. Dengan bantuan nyala LCD HP dia mengais lembaran kertas
didalamnya. Perlahan dia menutup laci kembali lalu menyerahkan
selembar amplop pada saya. Saya menerima HP dari tangannya. Amplop
putih panjang dengan kop surat perusahaan tempat calon suaminya
bekerja. Apaan sih. Saya memandangnya tak mengerti. Eeh, dianya malah
ngikik geli.

"Buka aja." Sebuah kertas saya tarik keluar. Kertas polos ukuran A4,
saya menebak warnanya pasti putih hehehe. Saya membaca satu kalimat
diatas dideretan paling atas.

"Busyet dah nih orang." Saya menggeleng-gelengkan kepala sambil
menahan senyum. Sementara dia Cuma ngikik melihat ekspresi saya. Saya
memulai membacanya. Dan sampai saat inipun saya masih hapal dengan
kata-katanya. Begini isi surat itu.

Kepada Yth
Calon istri saya, calon ibu anak-anak saya, calon anak Ibu saya dan
calon kakak buat adik-adik saya
Di tempat

Assalamu'alaikum Wr Wb

Mohon maaf kalau anda tidak berkenan. Tapi saya mohon bacalah surat
ini hingga akhir. Baru kemudian silahkan dibuang atau dibakar, tapi
saya mohon, bacalah dulu sampai selesai.

Saya, yang bernama ...... menginginkan anda ...... untuk menjadi
istri saya. Saya bukan siapa-siapa. Saya hanya manusia biasa. Saat ini
saya punya pekerjaan.
Tapi saya tidak tahu apakah nanti saya akan tetap punya pekerjaan.
Tapi yang pasti saya akan berusaha punya penghasilan untuk mencukupi
kebutuhan istri dan
anak-anakku kelak. Saya memang masih kontrak rumah. Dan saya tidak
tahu apakah nanti akan ngontrak selamannya. Yang pasti, saya akan
selalu berusaha agar
istri dan anak-anak saya tidak kepanasan dan tidak kehujanan.


Saya hanyalah manusia biasa, yang punya banyak kelemahan dan beberapa
kelebihan. Saya menginginkan anda untuk mendampingi saya. Untuk
menutupi kelemahan saya dan mengendalikan kelebihan saya. Saya hanya
manusia biasa. Cinta saya juga biasa saja. Oleh karena itu. Saya
menginginkan anda mau membantu saya memupuk dan merawat cinta ini,
agar menjadi luar biasa. Saya tidak tahu apakah kita nanti dapat
bersama-sama sampai mati. Karena saya tidak tahu suratan jodoh saya.
Yang pasti saya akan berusaha sekuat tenaga menjadi suami dan ayah
yang baik.



Kenapa saya memilih anda? Sampai saat ini saya tidak tahu kenapa saya
memilih anda. Saya sudah sholat istiqaroh berkali-kali, dan saya
semakin mantap memilih anda. Yang saya tahu, Saya memilih anda karena
Allah. Dan yang pasti, saya menikah untuk menyempurnakan agama saya,
juga sunnah Rasulullah. Saya tidak berani menjanjikan apa-apa, saya
hanya berusaha sekuat mungkin menjadi lebih baik dari saat ini.

Saya mohon sholat istiqaroh dulu sebelum memberi jawaban pada saya.
Saya kasih waktu minimal 1 minggu, maksimal 1 bulan. Semoga Allah
ridho dengan jalan yang kita tempuh ini. Amin

Wassalamu'alaikum Wr Wb

Saya memandang surat itu lama. Berkali-kali saya membacanya. Baru
kali ini saya membaca surat 'lamaran' yang begitu indah. Sederhana,
jujur dan realistis. Tanpa janji-janji gombal dan kata yang
berbunga-bunga. Surat cinta minimalis, saya menyebutnya :D. Saya
menatap sahabat disamping saya. Dia menatap saya dengan senyum
tertahan.

"Kenapa kamu memilih dia."

"Karena dia manusia biasa." Dia menjawab mantap. "Dia sadar bahwa dia
manusia biasa. Dia masih punya Allah yang mengatur hidupnya. Yang aku
tahu dia akan selalu berusaha tapi dia tidak menjanjikan apa-apa.
Soalnya dia tidak tahu, apa yang akan terjadi pada kita dikemudian
hari. Entah kenapa, Itu justru memberikan
kenyamanan tersendiri buat aku."


"Maksudnya?"

"Dunia ini fana. Apa yang kita punya hari ini belum tentu besok masih
ada. Iya kan ? Paling gak. Aku tau bahwa dia gak bakal frustasi kalau
suatu saat nanti kita jadi gembel. Hahaha."

"Ssttt." Saya membekap mulutnya. Kuatir ada yang tau kalau kita belum
tidur. Terdiam kita memasang telinga. Sunyi. Suara jengkering
terdengar nyaring diluar tembok. Kita saling berpandangan lalu
cekikikan sambil menutup mulut masing-masing. "Udah tidur. Besok kamu
kucel, ntar aku yang dimarahin Mama." Kita kembali
rebahan. Tapi mata ini tidak bisa terpejam. Percakapan kita tadi
masih terngiang terus ditelinga saya.

"Gik..."

"Tidur. Dah malam." Saya menjawab tanpa menoleh padanya. Saya ingin
dia tidur, agar dia terlihat cantik besok pagi. Kantuk saya hilang
sudah, kayaknya gak bakalan tidur semaleman nih.


* * *


Satu lagi pelajaran pernikahan saya peroleh hari itu.



Ketika manusia sadar dengan kemanusiannya. Sadar bahwa ada hal lain
yang mengatur segala kehidupannya. Begitupun dengan sebuah pernikahan.
Suratan jodoh sudah tergores sejak ruh ditiupkan dalam rahim. Tidak
ada seorang pun yang tahu bagaimana dan berapa lama pernikahannya
kelak. Lalu menjadikan proses menuju pernikahan bukanlah sebagai beban
tapi sebuah 'proses usaha'.



Betapa indah bila proses menuju pernikahan mengabaikan harta, tahta
dan 'nama'. Embel-embel predikat diri yang selama ini melekat
ditanggalkan. Ketika segala yang 'melekat' pada diri bukanlah
dijadikan pertimbangan yang utama. Pernikahan hanya dilandasi karena
Allah semata. Diniatkan untuk ibadah. Menyerahkan secara total pada
Allah yang membuat skenarionya. Maka semua menjadi indah.


Hanya Allah yang mampu menggerakkan hati setiap umat-NYA.

Hanya Allah yang mampu memudahkan segala urusan.

Hanya Allah yang mampu menyegerakan sebuah pernikahan. Kita hanya bisa
memohon keridhoan Allah. Meminta-NYA mengucurkan barokah dalam sebuah
pernikahan.

Hanya Allah jua yang akan menjaga ketenangan dan kemantapan untuk menikah.

Lalu, bagaimana dengan cinta? Ibu saya pernah bilang, Cinta itu
proses. Proses dari ada, menjadi hadir, lalu tumbuh, kemudian
merawatnya. Agar cinta itu bisa
bersemi dengan indah menaungi dua insan dalam pernikahan yang suci.
Witing tresno jalaran garwo (sigaraning nyowo), kalau diterjemahkan
secara bebas: "Cinta tumbuh karena suami/istri (belahan jiwa)."
Cinta paling halal dan suci. Cinta dua manusia biasa, yang berusaha
menggabungkannya agar menjadi cinta yang luar biasa.


Terakhir,
Untuk kemantapan hati bacalah :

Laa ilaaha illaa anta ( tiada Tuhan selain Engkau)
Yaa Muqollibal Quluub ( wahai yang Maha Membolak balikan hati )
Tsabbit qolbii 'alaa diinika wa 'alaa Thoo'atika ( Tetapkan hatiku kepada agama-Mu dan taat kepada-Mu )
Subhaanaka innii kuntu minadzdzaalimiin ( Maha suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk golongan orang2 dzalim )

Amin.


Nay Sudarminto

Tidak ada komentar: